Kembang Wali (Syabab Zuhuur Awliyak)

 


ABOUT ME


Razali Bin Hassan
Singapore
Master of Pencak Silat Kembang Wali.
View my complete profile


LINKS

pencak silat
persisi
persilat
kidi
nur alhayat
hikam
al-risalah
istilah-istilah tasauf
suluk
martabat tujuh
sufi islam
yaya

 


September 15, 2006
Wasilah

Allah menjadikan perantara bagi hamba-hambaNya agar amal dan doa mereka mampu sampai kepadaNya. Demikian pula bagi hamba-hambaNya yang ingin mendekatkan diri kepadaNya.
Dalam al-Quran dijelaskan,

Hai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan (wasilah ) yang mendekatkan diri kepadaNya. ( QS 5 : 35 )

Dan sebagian dari mereka Kami jadikan pemimpin-pemimpin (imam-imam) yang memberi petunjuk kepada manusia dengan perintah kami karena mereka bersabar dan yakin terhadap ayat-ayat Kami. (QS 32 : 24 )

Diriwayatkan bahwa Nabi saw. pernah mengumpulkan sekelompok sahabat tertentu secara diam-diam di sebuah rumah. Dia kemudian berbicara tentang zikir utama Islam, Laa ilaaha illallaah, seraya memerintahkan mereka untuk mengulanginya dengan suara yang keras. Ketika ini selesai dilakukan sebanyak tiga kali, beliau mengangkat tangannya, seraya berkata, Ya Allah, apakah Engkau meridhoi? Tak lama kemudian beliau berkata kepada para sahabat, Berbahagialah karena Allah memberikan rahmatNya kepada kamu sekalian.
Suatu ketika Ali memohon kepada Nabi untuk ditunjuki jalan terdekat dan paling mudah kepada Allah. Nabi memerintahkannya untuk berzikir kepada Allah dalam bersendirian. Ali bertanya, Bagaimana caranya berzikir? Nabi bersabda, Pejamkan matamu dan dengarkan ucapanku Laa ilaaha illallaah. Ali mendengar Nabi yang mengulangi zikir itu sebanyak tiga kali; kemudian Nabi yang mendengarkan Ali mengucapkannya sebanyak tiga kali.

Nabi, para Imam dan para Wali, tidak sekedar menjadi wasilah yang memberi petunjuk dan bimbingan kepada manusia agar mampu sampai kepada Allah lewat pendekatan diri kepadaNya, lebih dari itu mereka mampu melihat keadaan jiwa dan kadar spiritual seseorang dan dari situ memberikan respon yang tepat atau sesuai dengan keadaan masing-masing orang. Sebab setiap orang akan berbuat atau akan mengerahkan kemampuannya secara maksimal berdasarkan keadaannya atau kadar kemampuannya masing-masing.
Katakanlah, Setiap orang berbuat menurut keadaannya (syaakilatihii ), maka Tuhan kamu lebih mengetahui siap-siapa yang lebih benar jalannya. ( QS 17 : 84 )

Dari Shafiyah, ia berkata, Rasulullah saw. pernah masuk ke rumahku sedang waktu itu di tanganku ada 4.000 biji-bijian yang kupergunakan untuk bertasbih, lalu ia bertanya, Engkau bertasbih dengan ini? Maukah engkau kuajar dengan yang lebih banyak dari tasbihmu itu? Katakanlah, Subhaanallaahi adaada khlaqihi ( mahasuci Allah sebanyak mahlukNya ). ( HR. Turmidzi/Terj. Nailul Authar 1058)

Diriwayatkan dari Utsman bin Affan, ia berkata, Aku pernah sakit, lalu Rasulullah saw. melawat aku dan mendoakan aku, yang dalam doanya itu ia berkata, Bismillaahirrahmaanirrahiim, uiidzuka billaahil ahadish shamad alladzii lam yalid walam yuulad walam yakun lahuu kufuan ahad min syarri tajid. Kata Utsman, Ketika Rasulullah sudah berdiri akan meninggalkan aku, ia bersabda, Hai Utsman! Bertaawudlah dengan doa tersebut, karena kamu tidak bertaawud seperti itu. ( R. Ibnu Sunni/Adzkar Nawawi, hal : 125 )

Dalam beberapa riwayat di atas dapat diambil suatu petunjuk bahwa apa yang diberikan Rasulullah untuk diamalkan, disesuaikan dengan keadaan seseorang dan manfaatnya, meskipun sebelumnya para sahabat telah mengamalkan zikir atau doa berdasarkan cara dan pilihannya sendiri. Kunci dari petunjuk ini adalah bahwa di dalam seseorang mengamalkan sesuatu atau berbuat sesuatu ( thariqat ), tidaklah hanya berpijak kepada syariat saja, tetapi harus sampai kepada haqiqat. Rasulullah mengatakan, Syariat adalah ucapanku, thariqat adalah perbuatanku, dan haqiqat adalah keadaanku.

Seseorang yang belum mampu sampai kepada haqiqat dapat dikatakan sebagai orang-orang yang masih dalam keadaan lalai (QS 16 : 108). Yaitu orang-orang yang masih tertutup hati, pendengaran dan pandangan mereka. Meskipun segala sesuatu atau segala informasi telah sampai kepada mereka; didengar, dilihat dan dirasakan atau dibenarkan oleh hati mereka, tetapi belum cukup untuk menghantarkan mereka untuk memahami haqiqatnya, dengan demikian keadaan merekapun belum sampai sebagaimana yang dikatakan Rasulullah, haqiqat adalah keadaanku. Seseorang yang menenggelamkan dirinya dalam upaya ketaatan dan berzikir kepada Allah atas keimanannya kepada Allah, tidak akan sampai pada derajat ridho dan diridhoi Allah selama dihatinya masih menyimpan kesombongan sekecil apapun. Iblis adalah contoh paling jelas dalam hal ini.

Para Nabi, Imam, dan Wali, adalah mereka yang telah mencapai keadaan haqiqat. Mereka telah mengenal Allah lewat penyaksian hati (kasyf ). Dan mereka tahu betul jalan untuk dapat sampai kepada Allah, dan juga mengerti betul penghalang serta tipu daya setan yang dapat menggagalkan perjalanan untuk sampai kepada Allah. Itulah mengapa mereka mengemban tugas sebagai pemberi petunjuk atau pembimbing manusia kepada jalan keselamatan. Dan manusia dalam keadaannya yang lalai, meraba dalam kegelapan, dan rentan terhadap tipu daya setan, pasti memerlukan pembimbing untuk menghantarkan mereka menuju haqiqat. Tanpa seorang pembimbing, manusia terperdaya oleh setan yang mengepungnya dari segala penjuru. Karena memang pekerjaan setan adalah menyesatkan umat manusia. Dan sudah menjadi kehendak Allah bahwa manusia harus berupaya mencari jalan (wasilah) agar dapat dekat kepada Allah.

Nabi mengatakan, Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya. Nabi Muhammad saw. adalah manusia sempurna yang telah mencapai keadaan haqiqat. Beliau mengibaratkan dirinya sebagai kota ilmu dan bagi umat manusia yang ingin menuju dan masuk ke dalam kota ilmu tersebut dan ini berarti ingin sampai kepada keadaan haqiqat dan membebaskan diri dari kelalaiannya- tidak bisa tidak, harus masuk melalui pintu masuk kota tersebut, dan dialah Ali bin Abi Thalib.

Sepeninggal Nabi, yang mewariskan Kitab yang dibawanya, ucapan dan sunahnya, yang menghantarkan kaum muslimin kepada keselamatan dan ridho Allah, umat manusia harus mencari jalan selapis demi selapis, rangkaian pintu demi pintu yang terhubung ke pintu masuk kota ilmu tersebut. Pintu masuk tersebut adalah perwujudan nyata perintah Ilahi dalam sosok seseorang yang telah sampai kepada keadaan haqiqat pula, karena dialah sang pemberi petunjuk atau pembimbing sebagaimana yang diisyaratkan di dalam al-Quran. Dan inilah hakikat dari kalam Ilahi, Hai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan (wasilah ) yang mendekatkan diri kepadaNya


posted at 9/15/2006 02:44:00 PM by Razali Bin Hassan:: 0 comments: permalink


ARCHIVES

June 2006
July 2006
August 2006
September 2006
October 2006
January 2007
April 2007
May 2007
September 2007
October 2009

RECENT POSTS

Ihsan
Bab Pertama: Sekilas Tasauf
Bab Ke Dua: Kesaksian Ulama
Bab Ke Tiga: Tasauf dalam Islam
Bab Ke Empat: Tasauf dan Syariat
Bab ke Lima: Tasauf dan Hakikat
Bab ke Enam: Tasauf dan Makrifat
Hati itu Hijab
NAFI DAN ISBAT
Pesta Silat Kebangsaan 2006

CREDITS

©Kembang Wali (Syabab Zuhuur Awliyak)

©Design by Websong

Powered by Blogger

 

TAGBOARD






Scrollbar By, CarrielynnesWorld.com